ANTARA KURSY, ARASY DAN MALAIKAT MUQARRABIN SERTA RIZKI DAN TAWAKKAL

Allah swt. berfirman:
"Wasi'a kursyiyuhus samaawaati walardho."
Artinya:
"kursy Allah meliputi langit dan bumi." (QS. Al-Baqarah: 255)

Ada yg berpendapat bahwa kursy di sini, merupakan bentuk ungkapan majaz dari ilmu Allah. Ada pula yang berpendapat bahwa kursy itu sebagai bentuk kiasan dari kerajaan-Nya dan ada pula yang menyatakan bahwa ia merupakan falak (rotasi) sebagaimana yang telah di ketahui.

Di riwayatkan dari Ali Karomallahu wajhah bahwa kursy itu berupa permata lukluk, mengenai panjangnya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah.
Dalam suatu hadits yang lain di sebutkan bahwa tujuh langit dan tujuh bumi bila di bandingkan dengan kursy, bagaikan bola di padang nan luas. Ibnu Majah meriwayatkan, sesungguhnya langit-langit itu berada di dalam kursy, sementara kursy berada di depan arasy.

Diriwayatkan dari ikrimah, ia berkata: "Matahari adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian nur (cahaya) kursy. Sedangkan arasy adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian nur dari cahaya-cahaya as-sutuur (skat-skat penghalang), yakni al-hijab (tirai penghalang).

Terdapat keterangan bahwa nur dari setiap hijab itu sejauh perjalanan lima ratus tahun. Seandainya tidak begitu, maka para pemikul akan terbakar oleh cahayanya. Arasy merupakan jisim, suatu bentuk cahaya al-'ulwiy (tinggi) yang berada di atas kursy. Jadi Arasy bukanlah kursy. Berbeda dengan pendapat Hasan Basri. Ada yang berpendapat bahwa arasy itu dari yaqut merah. Pendapat lain menyatakannya, dari mutiara putih, dan ada pula yang menyatakannya, dari cahaya. Yang Terbaik adalah menghindari untuk menyatakan hakekatnya secara pasti, karena yang tahu secara pasti hanyalah Allah.
Menurut ahli falak, mereka menyatakannya sebagai sembilan falak dan falak yang tertinggi (al-falakul a'laa), falaknya seluruh falak (falakul aflak) serta falakul athlas, yakni yang bersih dari bintang-bintang. Karena semua bintang-bintang menurut ahli astronomi kuno berada pada falak yang ke delapan, mereka menamakannya dengan falakul buruj (rotasi bintang-bintang).

Tetapi menurut ahli syara' yang di maksudkan dengan kursy dan arasy adalah atap yang menaungi seluruh makhluk (saqful makhluqat), tak ada sesuatupun yang keluar dari daerahnya. Ia merupakan titik kulminasi penguasaan ilmu para hamba, tidak lagi ada medan yang dapat di capai di baliknya dan tidak pula seorang ilmuan peneliti yang dapat mencapai apa yang ada di atasnya.
Allah swt berfirman:
"Fa'in tawallau faqul hasbiyallahu laa ilaaha illaa hua; alaihi tawakkaltu wahua rabbul arsyil adziim."

Artinya:
"Jika mereka berpaling (dari keimanan) maka katakanlah : Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dialah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung."
(At- Taubah : 129)

Allah menyifatinya (Arasy) sebagai sesuatu yang besar (al-'azhim), karena ia memang makhluk yang paling besar. Rasulullah saw. benar-benar telah membuktikan ketawakkalannya, sebagaimana yang di perintahkan.
karenanya, di dalam Taurat dan kitab yang lainnya beliau dinamakan sebagai al-mutawakkil. Mengapa? Karena tawakkal merupakan salah satu dari cabang tauhid dan ma'rifat.
sedangkan beliau adalah penghulu dari seluruh ahli tauhid dan tokoh sentral dari orang-orang yang ma'rifat. tawakal bukan berarti menegaskan untuk menangkap fenomem-fenomema yang terjadi, lalu mengelolanya dan mencari solusinya yang terbaik, seperti yang sering kali di salah artikan, akan tetapi menangkap fenomena dan mengamati sebab-sebab itu juga di perintahkan.

Ada seorang badui berkata kepada Nabi saw. : "Apakah aku harus mengikat tali untaku ataukah aku biarkan tanpa di ikat lalu aku bertawakkal? "Beliau bersabda: "Tambatkanlah dengan tali pengikatnya, lalu bertawakkallah."
Nabi bersabda: "Seandainya Anda bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-sungguh, tentu Anda akan di beri rizki oleh Allah, sebagaimana Allah memberi rizki kepada burung-burung, yang berangkat pagi-pagi dengan perut kosong dan sorenya ia kembali dengan perut kenyang ."Melalui sabdanya itu, beliau mengisyaratkan adanya sebab, burung itu baru kenyang setelah ia kembali di sore hari. Keberangkatannya pagi-pagi hari merupakan sebab dari akibat yang di dapatkannya di sore hari, yaitu kenyang.

HIKAYAT:
Suatu ketika Ibrahim bin Adhan bertemu Syaqiq Al-Bulkhi di Makkah, lalu Ibrahim berkata kepadanya:
"Apa yang membuat Anda sampai di tempat ini, dengan kondisi begini?"
Syaqiq pun menjawab:
"Ketika aku berjalan melewati suatu padang ke padang yang lain yang sangat luas, aku melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya, berdiam diri tak berdaya di tengah padang itu.
Aku memperhatikannya, karena ingin mengetahui dari mana ia mendapatkan rizki sebagai makanannya.
Maka aku duduk tidak jauh darinya, tiba-tiba aku melihat seekor burung datang dengan membawa belalang di paruhnya, lalu ia menyiapkan pada paruh burung yang patah kedua sayapnya itu.
Lalu aku berkata pada diriku sendiri: "Betapa burung yang tidak berdaya itu mendapatkan rizki, melalui burung lain yang datang dengan membawakan rizki untuknya, atas KeMaha Murahan Tuhan.
Maka Tuhan Yang Maha Pemurah itu, tentu akan memberikan rizki kepadaku atas kemaha kuasaan-Nya, di manapun aku berada.
Itulah sebabnya maka aku meninggalkan pekerjaanku, lalu menyibukkan diri hanya untuk beribadah di tempat ini."

Ibrahim berkata: "Mengapa Anda tidak menjadikan diri Anda seperti burung sehat yang datang membawakan makanan kepada burung yang cacat dan tidak berdaya itu, sehingga anda menjadi orang yang lebih baik? Tidakkah Anda mendengar Nabi saw. bersabda:
"Alyadul ulyaa khoirum minal yadis suflaa."
Artinya:
"Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah."

Di antara tanda orang yang beriman ialah mencari dan memilih yang lebih tinggi dari dua derajat, dari segala persoalan yang di hadapinya,
sehingga ia dapat mencapai tempat dan kedudukan yang terbaik." Lalu syaqiq Al-Bulki memegang tangan Ibrahim bin Adham dan menciumnya.
Ia berkata : "Anda adalah guru kami, wahai Abi Ishaq."

Ketika manusia menjalankan sebab-sebab, maka janganlah ia hanya memandang pada sebab-sebab itu saja dan berhenti di situ, tetapi hendaknya ia menjadikan sasaran strategis dan memfokuskan tujuannya kepada Tuhan. Seperti seorang peminta-minta yang mengulurkan tangannya sambil memegang wadah, hendaklah ia tidak memusatkan perhatiannya pada wadah yang di pegangnya, tetapi pada orang yang akan memberinya.
Di sebutkan dalam suatu hadits:
BAHWA BARANGSIAPA YANG INGIN MENJADI ORANG YANG PALING KAYA, MAKA HENDAKLAH IA LEBIH YAKIN DAN PERCAYA PADA APA YANG ADA DI SISI ALLAH DARIPADA APA YANG ADA DI TANGANNYA (YANG DI MILIKINYA).

FAEDAH:
Ibnu Abbas berkata: "Setelah Allah menciptakan para malaikat pemikul arasy, Allah berfirman kepada mereka: Pikullah Arasy-Ku." tetapi mereka tidak kuat. Lalu Allah menjadikan setiap malaikat dari mereka dengan memiliki kekuatan seperti kekuatan malaikat yang ada di semua langit tujuh.
Lalu Allah berfirman kepada mereka: "Pikullah arasy-Ku.'
tetapi mereka belum juga mampu. Lalu Allah menjadikan setiap satu malaikat dari mereka dengan memiliki kemampuan selururh para malaikat langit dan seluruh makhluk yang ada di bumi.
Kemudia Allah berfirman kepada mereka: "Pikulah Arasy-Ku."
Tetapi mereka tetap juga belum mampu.
Allah berfirman kepada mereka: "Bacalah; 'laa haula walaa quwwata illaa billaah'.
Setelah mereka mengucapkan kalimat hauqalah tersebut, mereka menjadi mampu untuk memikul arasy, tetapi kaki-kaki mereka terbenam menancap sampai pada bumi yang ke tujuh, terus melesak seperti kecepatan kekuatan angin, sampai menembus dasar bumi sehingga kakinya tidak memiliki pijakan lagi, mereka pun jadi bergelantungan berpegangan pada arasy.
Karenanya mereka terus mengucapkan kalimah hauqalah tersebut, dan tidak berani bermain-main dalam mengucapkannya, karena takut mereka akan terjatuh, sementara mereka sedang memikul arasy.
Dengan demikian para malaikat pemikul arasy itu memikulnya dan arasy pun memikul mereka (saling tarik menarik), masing-masing menanggung beban berat atas kekuasaan Allah swt.

Di riwayatkan, barangsiapa yang mengucapkan di waktu pagi dan sore:

"Hasbiyallaahu laa illaaha illa huwa 'alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul 'arsyil azhiimi."

sebanyak-banyaknya, dengan khusyu dan ikhlas. Maka Allah akan memberikan kecukupan (memenuhi) apa yang di cita-citakan. Menurut riwayat lain, Allah akan memenuhi dan mencukupi apa yang di inginkan, baik mengenai urusan akhirat maupun dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar