SUMPAH ATAS NAMA ALLAH

"Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpahmu
yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia
menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja." (Q.s. Al-Maidah: 89) Makna “…sumpah-sumpahmu
yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah)…” sebagaimana
penjelasan A’isyah adalah
kebiasaan orang arab yang
mengucapkan “wallaahi” (demi Allah), namun maksud mereka
bukan untuk bersumpah. Berdasarkan ayat di atas, orang
yang bersumpah untuk
melakukan atau meninggalkan
sesuatu dan dia serius dalam
sumpahnya, kemudian dia
melanggar sumpahnya, maka dia berdosa. Untuk menebus
dosanya, dia harus membayar
kaffarah. Bentuk kaffarah sumpah telah
dijelaskan oleh Allah dalam
firman-Nya. "Kaffarahnya
adalah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan
seorang budak. Barang siapa
tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang
demikian itu adalah kaffarah
sumpah-sumpahmu bila kamu
langgar." (Q.s. Al-Maidah:89) Berdasarkan ayat di atas,
kaffarah sumpah ada 4: 1. Memberi makan 10 orang
miskin Memberi makan di sini adalah
berupa makanan siap saji,
lengkap dengan lauk-pauknya.
Hanya saja, tidak diketahui
adanya dalil yang menjelaskan
batasan makanan yang dimaksudkan selain pernyataan
di ayat tersebut: “makanan
yang biasa kamu berikan
kepada
keluargamu”. 2. Memberi pakaian 10 orang
miskin Para ulama berselisih pendapat
tentang batasan pakaian yang
dimaksud. Pendapat Imam
Malik dan Imam Ahmad bahwa
ketentuan pakaian yang
dimaksudkan adalah yang bisa digunakan untuk shalat. Karena
itu, harus terdiri dari atasan
dan bawahan. Dan tidak boleh
hanya peci saja atau jilbab saja.
Karena ini belum bisa disebut
pakaian. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa orang miskin yang
berhak menerima dua bentuk
kaffarah di atas hanya orang
miskin yang muslim. 3. Membebaskan budak Keterangan: Tiga jenis kaffarah
di atas, boleh dipilih salah satu.
Jika tidak mampu untuk
melakukan salah satu di antara
tiga di atas maka beralih pada
kaffarah keempat, 4. Berpuasa selama tiga hari Pilihan yang keempat ini hanya
dibolehkan jika tidak sanggup
melakukan salah satu diantara
tiga pilihan sebelumnya.
Apakah puasanya harus
berturut-turut? Ayat di atas tidak memberikan batasan.
Hanya saja, madzhab Hanafi
dan Hambali mempersyaratkan
harus berturut-turut. Pendapat
yang kuat dalam masalah ini,
boleh tidak berturut-turut, dan dikerjakan semampunya saja. Demikian keterangan yang
disadur dari Fiqh Sunah Sayid
Sabiq, (3/25 – 28). Catatan: Jika melakukan sumpah atas
nama Allah, ada dua keadaan di
mana ketika orang melanggar
sumpah tidak wajib membayar
kaffarah: Pertama, dia melanggar karena
lupa, tidak sengaja, atau
terpaksa dan tidak mampu lagi
untuk menolaknya. Ini
berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah
menghapuskan (kesalahan) dari
umatku, (yang dilakukan)
karena tidak sengaja, lupa, atau
terpaksa." (HR. Ibn Majah dan
dishahihkan al-Albani) Kedua, Ketika bersumpah dia
mengucapkan, "insyaaAllah"
sebagaimana dinyatakan dalam
hadits, "Siapa yang bersumpah
dan dia mengucapkan:
InsyaaAllah, maka dia tidak dianggap
melanggar." (H.R. Ahmad,
Turmudzi, Ibn Hibban dan
disahihkan Syu’aib al-Arnauth) Jika tidak dinilai melanggar,
berarti tidak ada dosa dan tidak
wajib membayar kaffarah.
Sebagaimana keterangan
dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh
Jami Turmudzi (5: 109)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar