ZUHUD

Manusia adalah makhluk
pengejar kebahagiaan. Namun,
tak semua manusia mencicipi
hidup bahagia. Karena tidak
setiap manusia tahu bagaimana
merengkuh kebahagiaan. Kebahagiaan tergantung pada
pola hidup. Islam menganjurkan
pola hidup zuhud. Apakah
zuhud itu? Zuhud terumuskan
dalam dua kalimat Alquran. ”Supaya kamu tidak bersedih
karena apa yang lepas dari
tanganmu dan tidak bangga
dengan apa yang diberikan
kepadamu.” (QS Al-Hadid: 23). Ada dua ciri zahid (individu
yang menjadikan zuhud
sebagai pola hidup). Pertama, zahid tidak
menggantungkan kebahagiaan
hidupnya pada apa yang
dimiliki. Bila bahagia
ditambatkan pada kendaraan
yang dimiliki, kala kendaraan itu tergores, hilanglah bahagia
yang bersemayam di dada. Jika
hati dilabuhkan pada yang
dimiliki, maka saat apa yang
dimiliki itu terlepas dari
genggaman, terlepaslah kebahagiaannya. Kedua, kebahagiaan zahid
tidak terletak pada materi, tapi
pada dataran spiritual. Hidup
akan menjelma menjadi
guyonan yang mengerikan bila
makna bahagia disandarkan pada benda. Sebab, benda
hanya menunggu waktu untuk
lenyap. ”Semua yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal
wajah Tuhanmu yang memiliki
kebesaran dan kemuliaan.” (QS
Al-Rahman: 26-27). Hakikat zuhud bukanlah
meninggalkan dunia, namun
tidak meletakkan hati padanya.
Zuhud bukan menghindari
kenikmatan duniawi, tetapi
tidak meletakkan nilai yang tinggi padanya. ”Tiadalah perbandingan dunia
ini dengan akhirat, kecuali
seperti seorang yang
memasukkan jarinya dalam
lautan besar, maka perhatikan
berapa dapatnya. (HR Muslim). Oleh sebab itu, zuhud dalam
kehidupan dunia bukanlah
dengan mengharamkan yang
halal. ”Zuhud terhadap kehidupan
dunia tidak menganggap apa
yang ada pada dirimu lebih
pasti dari apa yang ada pada
Allah SWT dan hendaklah
engkau bergembira memperoleh pahala musibah
yang menimpamu walaupun
musibah itu akan tetap
menimpamu.” (HR Ahmad). Dalam hadis Qudsi,
diriwayatkan, ”Allah berfirman wahai dunia,
berkhidmatlah kepada orang
yang telah berkhidmat kepada-
Ku, dan perbudaklah orang
yang mengabdi kepadamu.” (HR
Al-Qudlai) Ringkasnya, rumus hidup
bahagia adalah kemampuan
memilih nikmat yang abadi di
atas kenikmatan yang fana.
Bagaimana supaya baju zuhud
dapat dikenakan? Dalam Nashaih Al-Ibad, Syaikh
Nawawi al-Bantani
menceritakan kisah Ibrahim bin
Adham tentang mencapai
zuhud. Beliau menjawab, ”Ada tiga
sebab, saya melihat kuburan itu
mengerikan, sedangkan belum
kudapati pelipur (atasnya).
saya melihat jarak perjalanan
amatlah jauh, padahal belum kumiliki bekal, dan saya
melihat Allah yang Maha
perkasa akan mengadili,
padahal belum kudapati alasan
(untuk mengelak dari
hukumannya).” *** (M Subhi-Ibrahim, HIKMAH –
REPUBLIKA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar